Pages

Monday, October 28, 2019

Siswa dan Mahasiswa di Irak Ikut Unjuk Rasa

Unjuk rasa dipicu korupsi, ekonomi mandek, dan layanan umum yang mengecewakan.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Ribuan pelajar dan mahasiswa ikut turun ke jalan, Senin (28/10). Mereka menentang peringatan dari Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi yang pada Ahad (27/10) lalu menyatakan akan menghukum orang yang mengganggu pekerjaan dan proses belajar-mengajar.

Para pelajar dan mahasiswa tersebut membolos dari sekolah dan universitas di Baghdad maupun wilayah selatan yang didiami mayoritas warga Syiah. Di Tahrir Square, Baghdad, yang menjadi pusat aksi, pengunjuk rasa meneriakkan, "Ini revolusi pelajar. Katakan tidak kepada pemerintah, tidak kepada partai!"

Pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk mencegah pengunjuk rasa agar tidak menyeberangi jembatan utama yang mengarah ke Zona Hijau. Wilayah Zona Hijau adalah lokasi sejumlah kantor pemerintahan dan kedutaan besar berada. Dilansir laman Aljazirah, Senin, para pemuda mendirikan barikade di sebuah jembatan yang mengarah ke Zona Hijau.

Sumber medis dan keamanan mencatat, sebanyak 77 orang terluka akibat kerusuhan tersebut. Setidaknya 74 warga meninggal dunia, sementara ratusan lainnya mengalami luka saat aksi unjuk rasa berujung pada kerusuhan. Secara total jumlah korban kerusuhan menyusul aksi protes menjadi 231 orang.

Gulf News melaporkan, aksi juga digelar di Diwaniyah, sekitar 180 kilometer dari Baghdad. Serikat universitas dan sekolah di kota tersebut mengumumkan mogok 10 hari sampai rezim tumbang. Sementara itu, ribuan pelajar berpakaian bebas, termasuk sejumlah profesor, memenuhi jalan. "Tidak ada sekolah, tidak ada pelajaran, sampai rezim tumbang!" teriak mereka.

Unjuk rasa di Irak dipicu oleh korupsi, perekonomian yang mandek, dan layanan umum yang mengecewakan. Kekacauan yang tengah berlangsung di Irak ini telah menghancurkan hampir dua tahun stabilitas relatif di Irak. Dalam beberapa tahun terakhir, Irak telah mengalami invasi oleh Amerika serikat (AS) dan pertempuran berkepanjangan, termasuk terhadap Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).


Demonstrasi telah menjadi tantangan terbesar bagi pemerintahan Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi. Dia telah berjanji untuk mengatasi keluhan demonstran dengan merombak kabinetnya dan memberikan paket reformasi.

Namun, langkah-langkah tersebut tidak banyak membantu memadamkan kekecewaan demonstran. Para demonstran tidak hanya terfokus pada pemerintahan Mahdi tetapi juga politik Irak yang lebih luas. Menurut mereka, pemerintah gagal meningkatkan kehidupan warga negara.

Sementara itu, laman Gulf News melaporkan, empat anggota parlemen Irak mengundurkan diri menyusul kekecewaannya atas kegagalan pemerintahan menanggapi demonstrasi. Kursi parlemen terdiri atas 329 kursi sejak protes dimulai pada 1 Oktober. Banyak sidang dibatalkan setelah gagal mencapai kesepakatan.

Majelis bertemu sekali pada pertengahan Oktober untuk menunjuk dua menteri bagi perombakan kabinet. Namun, hal tersebut tidak juga memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa untuk perubahan. n Fergi Nuadirareuters/ap ed: yeyen rostiyani

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2pnkR71
October 29, 2019 at 08:27AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2pnkR71
via IFTTT

No comments:

Post a Comment